Memperkokoh Etika Berbangsa

Oleh Benny Susetyo

Etika merupakan dasar kehidupan berbangsa ini. Akan tetapi, apabila perikehidupan sudah begitu sering mengabaikan etika, kehidupan pun tidak berjalan harmonis karena lebih banyak dikendalikan oleh materi dan kebuasan kepentingan kekuasaan. Masalah etika ini menjadi perbincangan yang serius dalam Kongres Nasional Tokoh Agama III tanggal 9-11 Juni 2010 di Ancol, Jakarta. Kongres yang diikuti 249 tokoh dan pemuka agama dari 33 provinsi ini membicarakan pentingnya perubahan mendasar dalam etika kehidupan berbangsa. Selain sebagai media untuk meningkatkan silaturahim para pemuka agama dalam menyikapi persoalan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan, para tokoh agama juga berkehendak membangun komitmen bersama dalam memperjuangkan perubahan mendasar. Salah satu yang utama merespons masalah-masalah kekinian itu adalah dalam rangka memperkokoh etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pengabaian etika

Dalam keseharian kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, etika memang lebih sering dijadikan pemanis bibir dibandingkan diamalkan dengan nyata. Pada gilirannya kita pun mengetahui begitu banyak ragam persoalan yang lahir ketika etika sudah tidak lagi dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang paling nyata dari berbagai kasus dewasa ini adalah pada saat negara kehilangan arah dan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Menghadapi itu, semua pihak perlu diingatkan untuk kembali menjadikan Pancasila sebagai landasan kehidupan dengan penafsiran yang lebih dinamis. Dalam Kongres itu, para tokoh agama memfokuskan diskusi untuk mencari solusi menata kembali kehidupan agar bangsa ini memiliki sebuah karakter yang kuat sebagai bangsa yang berketuhanan, berkemanusiaan, dan berkeadilan. Untuk mengembalikan jati diri bangsa ini dibutuhkan sebuah keadaban publik yang jelas berpihak kepada rakyat. Kita bisa memulainya dengan melakukan revolusi mental. Disadari bersama bahwa berbagai perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dewasa ini yang meliputi aspek politik dan hukum, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan menunjukkan adanya kontradiksi yang memprihatinkan. Tanpa disadari bahwa pelbagai kemajuan yang dicapai ternyata disertai dengan penggerusan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Tentu saja, kondisi ini tidak boleh dibiarkan tanpa adanya suatu upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk mengembalikan nilai- nilai luhur tersebut sebagai tenaga pendorong tercapainya kemajuan dalam setiap segi kehidupan secara otentik oleh segenap komponen bangsa. Dalam dunia politik, nilai etis politik dan aktornya cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Begitu ironis ketika semua harga jabatan politik setara dengan uang berjumlah tertentu. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar. Karena itulah, kita begitu prihatin menyaksikan arah etika kita yang sedang berhadapan dengan materialisme dalam segala aspek baik dalam dunia ekonomi, hukum, politik, sosial, budaya, pendidikan, bahkan juga dalam dunia keagamaan.

Pemihakan pada keadilan

Etika atau filsafat moral (Teichman, 1998) mampu menjelaskan mana tingkah laku (politik) yang baik dan sebaliknya. Etika juga bisa menjadi garis pembatas mana tingkah laku yang sekadar dikemas sebagai baik dan mana yang secara substansi mengandung kebaikan. Pembelaan terhadap kepentingan publik dan hak-hak rakyat sudah semestinya menjadi basis etis semua kebijakan publik. Untuk sampai ke sana membutuhkan revolusi kesadaran secara total mengingat begitu parahnya dewasa ini ketika modal, uang, dan kekuasaan-lah yang menjadi basis etik berbagai kebijakan publik di Tanah Air. Standar baik dalam konteks politik, misalnya, adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum (bonnum commune). Pada saat politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu merupakan cermin pengabaian etika yang paling mendasar. Sayangnya, itulah yang kini marak terjadi. Etika bisa berjalan dalam kerangka penghormatan terhadap kemanusiaan dan keadilan. Ini merupakan prasyarat mendasar yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan kehidupan demokratis yang berbasis etika dan moralitas. BENNY SUSETYO Rohaniwan

Sumber: Kompas,29-06-2010

Comments :

0 comments to “Memperkokoh Etika Berbangsa”

Post a Comment