Negara Harus Pegang Kendali

Oleh: Faisal Basri

Krisis ekonomi tahun 2008 yang berawal di Amerika Serikat dipicu oleh kegagalan sektor swasta (private sector failure) atau lebih lugas lagi: kegagalan pasar (market failure). Negara pontang-panting mengatasi keadaan agar tak terjadi kebangkrutan massal dan lonjakan pengangguran. Triliunan dollar uang rakyat terkuras untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan sekarat dan menyuntikkan dana segar ke industri-industri yang loyo akibat kekeringan likuiditas. Para penganut mazhab Keynesian bersorak sorai. Buku-buku karangan Keynes dan buku-buku baru yang berisi interpretasi baru Keynesian menghiasi rak-rak di toko-toko buku ternama. Superioritas Keynesian seolah memperoleh pengabsahan. Namun, ternyata, dalam hitungan belasan bulan saja, hiruk-pikuk Keynesian tiba-tiba meredup. Peran negara yang teramat masif memunculkan masalah yang tak kalah mencekam. Ratusan miliar dollar AS sirna tak berbekas, dan malah menimbulkan masalah baru: defisit anggaran yang kian akut serta utang pemerintah yang menggunung. Seluruh negara zona Eropa menabrak konstitusi mereka sendiri (Maastricht Treaty), yang mematok defisit anggaran tak boleh melebihi 3 persen dan nisbah utang terhadap produk domestik bruto maksimal 60 persen. Kegagalan pemerintah (government failure) ternyata menimbulkan akibat yang tak kalah parahnya.

Bukan negara vs pasar

Sudah saatnya kita tidak mempertentangkan antara peran negara dan peran pasar. Keduanya ibarat dua sisi uang logam. Dengan begitu, kita tidak melulu bicara marketisasi dalam bentuk market creating, serahkan saja sepenuhnya kepada pasar untuk menentukan apa, berapa banyak, di mana, untuk siapa barang dan jasa yang diproduksi. Tidak juga hanya mendorong pendulum bergerak ke arah liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Melainkan, pasar perlu dipandang sebagai kesatuan yang utuh, tidak saja sebagai instrumen untuk memajukan peradaban dan meninggikan martabat umat manusia. Untuk itu, pasar pun dituntut untuk menghadirkan fungsi pengaturan (market creating), stabilisasi (market stabilizing), dan pelegitimasian (market legitimizing). Fungsi-fungsi pasar yang hadir saling melengkapi akan menciptakan sistem pasar yang memperkokoh ketahanan ekonomi dan lebih menjamin peningkatan kesejahteraan sosial yang berkeadilan. Tanpa kendali negara, mustahil sistem pasar yang kokoh akan terhadirkan. Mekanisme pasar memang memiliki built-in stabilizer, tetapi di dalam prosesnya bisa menimbulkan gejolak yang tak tertanggungkan oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang tak memiliki kelengkapan untuk melakukan penyesuaian. Apalagi kalau negara abai untuk menyiapkan jaring-jaring pengaman bagi kelompok masyarakat yang rentan.

Tengok saja pembiaran yang terjadi selama ini. Pascakrisis peran negara sangat pasif, lebih sebagai ”pemadam kebakaran”. Kebijakan-kebijakan pemerintah lebih bersifat reaktif dan kuratif. Padahal, kunci penyelesaian ada pada penguatan kelembagaan (institutions). Penguatan kelembagaan pasar (market institutions) membutuhkan kerangka dasar yang utuh dan terukur, yang memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi untuk berkiprah secara maksimal sesuai dengan struktur insentif yang terbangun dari landasan kelembagaan yang kokoh. Struktur insentif tersebut diturunkan dari nilai-nilai dan norma-norma inti yang disepakati bersama secara politik. Memang kita sudah memiliki beberapa unsur dari keempat pilar pasar di atas. Sayangnya, kehadiran masing-masing unsur tersebut tidak dibingkai di dalam suatu naungan kerangka kelembagaan yang sistematik. Akibatnya, masing-masing unsur itu bukannya saling melengkapi dan saling mendukung, melainkan tak sedikit yang saling meniadakan.

Mematikan inisiatif

Dengan kasatmata kita menyaksikan keberadaan negara justru mematikan inisiatif swasta dan masyarakat. Negara bukannya mengarahkan sumber daya dikelola bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tetapi justru dibiarkan mengalir ke kekuatan-kekuatan ekonomi yang sangat terbatas. Negara membiarkan sumber daya ekonomi terkonsentrasi untuk kegiatan-kegiatan konsumtif, bukan untuk menambah kapasitas produksi dan meningkatkan produktivitas. Negara membiarkan saja pertumbuhan ekonomi bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam dengan penciptaan nilai tambah rendah. Perekonomian dibiarkan melahap sumber daya produktif langka secara boros, sementara kita seolah-olah merasa maju dengan pola konsumsi yang berkelimpahan walaupun berasal dari barang-barang impor. Negara menjadi sangat pragmatis. Yang penting pertumbuhan ekonomi makin tinggi, masuk ke dalam kelompok G-20 atau bergabung ke BRIC (Brasil, Rusia, India, China). Tak peduli lagi dengan kualitas pertumbuhan, apakah menyerap lebih banyak tenaga kerja formal, lebih bertumpu pada kekuatan dalam negeri, dan lebih cepat mengurangi kemiskinan. Pemerintah lebih mengedepankan jargon ketimbang peta jalan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Rakyat kebanyakan cuma jadi keset. Setiap inisiatif untuk memperkokoh daya tahan rakyat dianggap sebagai ongkos ekonomi yang membebani APBN, bukan investasi untuk memperkokoh sistem pasar. Padahal, di hampir semua negara yang sekarang tergolong maju dan sejahtera, jaring-jaring pengaman sosial hadir hampir bersamaan dengan penguatan mekanisme pasar. Sudah saatnya mindset tentang pembangunan berubah total.

Faisal Basri Ekonom

Sumber: Kompas, Kamis, 8 Juli 2010

Comments :

0 comments to “Negara Harus Pegang Kendali”

Post a Comment